Lucia Priandarini menggubah sajak-sajaknya dengan bahasa yang hidup di tengah masyarakat. Dengan mendayagunakan diksi-diksi dan citraan-citraan kekinian, sajak-sajaknya terasa renyah. Di kedalaman kata-katanya termaktub upaya manusia untuk tetap waras dan rileks di tengah kekacauan sosial yang diliputi ketidakpastian.
Kita ingin meraih sesuatu lebih dulu dari orang lain. Kita ingin menggenggam yang belum ada dan menjalani yang belum tiba. Kita tidak pernah ingin tertinggal. Kita terbiasa meletakkan tujuan jauh di sana hingga ingin lekas melompat ke hari esok dan esoknya lagi. Begitu seterusnya. Perasaan-perasaan ini menjebak dan membuat kita kesulitan untuk merasa cukup. Membuat kita selalu merasa ad…