Lucia Priandarini menggubah sajak-sajaknya dengan bahasa yang hidup di tengah masyarakat. Dengan mendayagunakan diksi-diksi dan citraan-citraan kekinian, sajak-sajaknya terasa renyah. Di kedalaman kata-katanya termaktub upaya manusia untuk tetap waras dan rileks di tengah kekacauan sosial yang diliputi ketidakpastian.
Buku ini ditulis berawal dari sebuah kegelisahan sang penulis ketika mengalami berbagai dinamika yang terjadi dalam organisasi dan di lingkungan sekitarnya, yang dimulai dari catatan-catatan kecil serta mengumpulkan beberapa quotes yang tercecer di dinding beranda sosial media...
siapa bilang jomblo gak pernah jatuh cinta ? heii, cinta itu pedih , jendral!!
Wessly Johannes ia memiliki mata yang tidak sepasang. mata yang satu penuh keberanian. sedangkan mata yang lain lembut seperti perempuan.
Makna antara puisi dan lukisan berdasarkan pengalaman bathin
Buku ini menjelaskan tentang pengajaran apresiasi puisi (teknik penilaian, mencipta puisi, memahami puisi, membaca puisi, dan deklamasi). Materi yang disajikan mulai dari pendahuluan, kemudian pengertian puisi, apresiasi puisi lama, mendeskripsikan puisi baru atau modern, mendeskripsikan puisi-puisi kontemporer, dan terakhir tentang teknik penilaian terhadap karya cipta puisi.